Akselerasi Student Goverment Menuju Good Governance
Mahasiswa adalah kalangan yang memiliki potensi besar melakukan mobilitas. Bahkan, hal itu sudah dilakukan semenjak mereka resmi memiliki status sebagai mahasiswa, karena status itu termasuk kelas menengah. Ke depan, selepas menyelesaikan proses pembelajaran dan pencarian jati diri mereka di kampus, pintu melakukan mobilitas itu semakin terbuka. Mobilitas secara vertikal maupun horizontal, menuju ke posisi strategis di berbagai sektor yang akan mereka geluti, baik public sector, private sector atau third sector.
Kampus sebagai ruang mahasiswa dalam bentuk kegiatan akademik juga sering kali menuai berbagai macam interpretasi yang berbeda-beda dalam bentuk aplikasi internal maupun eksternal dikalangan mahasiswa itu sendiri. Ruang yang seharusnya dapat dijadikan wadah dalam pengembangan potensi dan tentunya dalam kancah pengembangan intelektual ternyata luput dari harapan banyak kalangan. Berbagai metodologi dan sistem akademik telah dilakukan untuk membenahi permasalahan di atas.
Format gerakan mahasiswa ke depan adalah gerakan massa dan gerakan intelektual (Intellectual Movement). Sebuah gerakan massa hanya akan menjadi retorika ketika mahasiwa tidak mengolah budaya ilmiah dalam mengapresiasikan pemikiran dan idiealismenya. Budaya ilmiah akan dapat dilakukan dengan gerakan intelektual (Intellectual Movement). Pada saat ini para aktivis pergerakan mahasiswa semakin sadar perlu mengedepankan nuansa intelektual ketika bergerak dalam menuntaskan perubahan.
Kedua adalah membudayakan Tradisi Menulis (writing Tradition). Aktifitas menulis merupakan salah satu gerbang menuju tradisi intelektual bagi gerakan mahasiswa. Kita dapat belajar dari tokoh dan intelektual bangsa Indonesia, yang bernotabene mantan tokoh aktivis pemuda dan mahasiswa, banyak melemparkan gagasan atau ide-ide cemerlang, kriktikan tajam dan membangun wacana dalam bentuk tulisan. Seperti Bung Karno, Bung Hatta, M. Natsir- era pra kemerdekaan; Amien Rais, Abdurrahman Wahid, Nurcholis Majid, Arif Budiman era 60 sampai 80-an; Andi Rahmat, Eef Saiful fatah, Kamaruddin (era 90-an) dan masih banyak lagi. Sehingga tidak berlebihan kemudian keberadaan kampus dianalogikan sebagai miniatur dari sebuah Negara, dimana seluruh bentuk aktivitas dan sistem yang berjalan didalam kampus merefleksikan aktivitas layaknya sebuah Negara.
Sebagai wadah dalam menyalurkan gerakan mahasiswa seperti yang disebutkan diatas maka Lembaga Kemahasiswaan yang berada dibawah naungan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta harus dibentuk. Hal ini sangat diperlukan dalam melegalkan bentuk gerakan mahasiswa sehinga tidak terkesan asal-asalan. Pembentukan Lembaga kemahasiswaan ini harus melalui proses demokratisasi lewat PEMILWA (Pemilihan Umum Mahasiswa) dimana kesemua jajaran birokrasi lembaga kemahasiswaan tersebut dipilih secara langsung oleh seluruh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.
Dalam konteks Fakultas Syariah dan Hukum Lembaga Kemahasiswaan memilki fungsi yang strategis untuk melakukan terobosan baru dalam memajukan Fakultas Syariah dan Hukum. Disamping juga mempunyai akses yang sangat mudah dengan pihak birokrasi Fakultas di satu sisi dan merupakan manifestasi aspirasi mahasiswa di sisi lain. Artinya lembaga kemahasiswaan tersebut dituntut penuh untuk selalu mengawasi dan mengoreksi segala bentuk kebijakan birokrasi yang sama sekali tidak memihak pada kepentingan banyak mahasiswa dan selanjutkatnya memberikan solusi atas ketimpangan kebijakan yang ada. Pikiran-pikiran jernih dan orisinil yang berorientasi bagi pengembangan dan kemajuan Fakultas Syariah dan Hukum harus disuarakan secara lantang tanpa adanya intervensi dan koptasi dari pihak manapun. Dengan demikian keberadaan lembaga kemahasiswaan yang nota bene sebaga wadah menyambung suara aspirasi mahasiswa benar-benar hidup dan menghidupi semua kepentingan yang ada dikalangan mahasiswa pada umumnya.
Melalui kebijakan-kebijakan tersebut, diharapkan lembaga kemahasiswaan Fakultas Syariah dan Hukum akan semakin mendapatkan angin segar bagi perubahan masa depan Fakultas. Tentunya dengan selalu membangun sinergitas komunikasi lintas elemen yang ada di lingkungan Fakultas itu sendiri, namun pada saat yang bersamaan tanpa harus melupakan perbaikan-perbaikan dalam membangun fondasi bangunan wilayah internal dan ekternal pengurus sekaligus. Maka harapan untuk mewujudkan lembaga kemahasiswaan yang Good Governance benar-benar nyata kehadirannya dan membumi. Amin!
Mahasiswa adalah kalangan yang memiliki potensi besar melakukan mobilitas. Bahkan, hal itu sudah dilakukan semenjak mereka resmi memiliki status sebagai mahasiswa, karena status itu termasuk kelas menengah. Ke depan, selepas menyelesaikan proses pembelajaran dan pencarian jati diri mereka di kampus, pintu melakukan mobilitas itu semakin terbuka. Mobilitas secara vertikal maupun horizontal, menuju ke posisi strategis di berbagai sektor yang akan mereka geluti, baik public sector, private sector atau third sector.
Kampus sebagai ruang mahasiswa dalam bentuk kegiatan akademik juga sering kali menuai berbagai macam interpretasi yang berbeda-beda dalam bentuk aplikasi internal maupun eksternal dikalangan mahasiswa itu sendiri. Ruang yang seharusnya dapat dijadikan wadah dalam pengembangan potensi dan tentunya dalam kancah pengembangan intelektual ternyata luput dari harapan banyak kalangan. Berbagai metodologi dan sistem akademik telah dilakukan untuk membenahi permasalahan di atas.
Format gerakan mahasiswa ke depan adalah gerakan massa dan gerakan intelektual (Intellectual Movement). Sebuah gerakan massa hanya akan menjadi retorika ketika mahasiwa tidak mengolah budaya ilmiah dalam mengapresiasikan pemikiran dan idiealismenya. Budaya ilmiah akan dapat dilakukan dengan gerakan intelektual (Intellectual Movement). Pada saat ini para aktivis pergerakan mahasiswa semakin sadar perlu mengedepankan nuansa intelektual ketika bergerak dalam menuntaskan perubahan.
Kedua adalah membudayakan Tradisi Menulis (writing Tradition). Aktifitas menulis merupakan salah satu gerbang menuju tradisi intelektual bagi gerakan mahasiswa. Kita dapat belajar dari tokoh dan intelektual bangsa Indonesia, yang bernotabene mantan tokoh aktivis pemuda dan mahasiswa, banyak melemparkan gagasan atau ide-ide cemerlang, kriktikan tajam dan membangun wacana dalam bentuk tulisan. Seperti Bung Karno, Bung Hatta, M. Natsir- era pra kemerdekaan; Amien Rais, Abdurrahman Wahid, Nurcholis Majid, Arif Budiman era 60 sampai 80-an; Andi Rahmat, Eef Saiful fatah, Kamaruddin (era 90-an) dan masih banyak lagi. Sehingga tidak berlebihan kemudian keberadaan kampus dianalogikan sebagai miniatur dari sebuah Negara, dimana seluruh bentuk aktivitas dan sistem yang berjalan didalam kampus merefleksikan aktivitas layaknya sebuah Negara.
Sebagai wadah dalam menyalurkan gerakan mahasiswa seperti yang disebutkan diatas maka Lembaga Kemahasiswaan yang berada dibawah naungan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta harus dibentuk. Hal ini sangat diperlukan dalam melegalkan bentuk gerakan mahasiswa sehinga tidak terkesan asal-asalan. Pembentukan Lembaga kemahasiswaan ini harus melalui proses demokratisasi lewat PEMILWA (Pemilihan Umum Mahasiswa) dimana kesemua jajaran birokrasi lembaga kemahasiswaan tersebut dipilih secara langsung oleh seluruh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.
Dalam konteks Fakultas Syariah dan Hukum Lembaga Kemahasiswaan memilki fungsi yang strategis untuk melakukan terobosan baru dalam memajukan Fakultas Syariah dan Hukum. Disamping juga mempunyai akses yang sangat mudah dengan pihak birokrasi Fakultas di satu sisi dan merupakan manifestasi aspirasi mahasiswa di sisi lain. Artinya lembaga kemahasiswaan tersebut dituntut penuh untuk selalu mengawasi dan mengoreksi segala bentuk kebijakan birokrasi yang sama sekali tidak memihak pada kepentingan banyak mahasiswa dan selanjutkatnya memberikan solusi atas ketimpangan kebijakan yang ada. Pikiran-pikiran jernih dan orisinil yang berorientasi bagi pengembangan dan kemajuan Fakultas Syariah dan Hukum harus disuarakan secara lantang tanpa adanya intervensi dan koptasi dari pihak manapun. Dengan demikian keberadaan lembaga kemahasiswaan yang nota bene sebaga wadah menyambung suara aspirasi mahasiswa benar-benar hidup dan menghidupi semua kepentingan yang ada dikalangan mahasiswa pada umumnya.
Melalui kebijakan-kebijakan tersebut, diharapkan lembaga kemahasiswaan Fakultas Syariah dan Hukum akan semakin mendapatkan angin segar bagi perubahan masa depan Fakultas. Tentunya dengan selalu membangun sinergitas komunikasi lintas elemen yang ada di lingkungan Fakultas itu sendiri, namun pada saat yang bersamaan tanpa harus melupakan perbaikan-perbaikan dalam membangun fondasi bangunan wilayah internal dan ekternal pengurus sekaligus. Maka harapan untuk mewujudkan lembaga kemahasiswaan yang Good Governance benar-benar nyata kehadirannya dan membumi. Amin!