Rabu, 26 Mei 2010

Campus

Seputar Fiqh Muamalah

A. Pembagian Fiqh

1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih Ibadah.

2. Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan. Seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainya. Dan ini disebut dengan Fikih Al Ahwal As sakhsiyah.

3. Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan yang lainnya. Dan ini disebut Fiqih Mu’amalah.

4. Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara). Seperti menegakan keadilan, memberantas kedzaliman dan menerapkan hukum-hukum syari’at, serta yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban rakyat yang dipimpin. Seperti kewajiban taat dalam hal yang bukan ma’siat, dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih Siasah Syar’iah.

5. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban. Seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya. Dan ini disebut sebagai Fiqih Al ‘Ukubat.

6. Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai dan yang lainnya. Dan ini dinamakan dengan Fiqih As Siyar.

7. Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupun yang buruk. Dan ini disebut dengan adab dan akhlak.

B. Pengertian Fiqh Muamalah

Fiqh muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan transaksi yang dilakukan oleh manusia yang didasarkan hukum-hukum syariat dengan dalil-dalil islam secara menyeluruh. Lebih lanjutnya Fiqh Muamalah adalah “Aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam memperoleh dan mengembangkan harta benda” atau lebih tepatnya Aturan Islam tentang kegiatan ekonomi manusia.

Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah.

C. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah terbagi dua yaitu:

1. Mumalah yang bersifat Adabiyah

Adapun Muamalah yang bersifat Adabiyah ialah Ijab Qabul saling meridhoi, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan pemalsuan, penimbunan dan segala sesuaru yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.

2. Muamalah yang bersifat Madiyah

Adapun Muamalah yang bersifat Madiyah ialah masalah jual beli, jaminan dan tanggungan pemindahan, hiwalah, sewa menyewa barang titipan, garapan tanah, menyewa tanah, upah, gugatan, sayembara dan beberapa masalah Muasyiroh seperti masalah bunga bank, asuransi dan kredit.

Lebih rincinya ruang lingkup Fiqh Muamalah terdiri dari :

1. Harta, Hak Milik, Fungsi Uang dan ’Ukud )akad-akad)

2. Buyu’ (tentang jual beli)

3. Ar-Rahn (tentang pegadaian)

4. Hiwalah (pengalihan hutang)

5. Ash-Shulhu (perdamaian bisnis)

6. Adh-Dhaman (jaminan, asuransi)

7. Syirkah (tentang perkongsian)

8. Wakalah (tentang perwakilan)

9. Wadi’ah (tentang penitipan)

10. ‘Ariyah (tentang peminjaman)

11. Ghasab (perampasan harta orang lain dengan tidak shah)

12. Syuf’ah (hak diutamakan dalam syirkah atau sepadan tanah)

13. Mudharabah (syirkah modal dan tenaga)

14. Musaqat (syirkah dalam pengairan kebun)

15. Muzara’ah (kerjasama pertanian)

16. Kafalah (penjaminan)

17. Taflis (jatuh bangkrut)

18. Al-Hajru (batasan bertindak)

19. Ji’alah (sayembara, pemberian fee)

20. Qaradh (pejaman)

21. Ba’i Murabahah

22. Bai’ Salam

23. Bai Istishna’

24. Ba’i Muajjal dan Ba’i Taqsith

25. Ba’i Sharf dan transaksi valas

26. ’Urbun (panjar/DP)

27. Ijarah (sewa-menyewa)

28. Riba, konsep uang dan kebijakan moneter

29. Shukuk (surat utang atau obligasi)

30. Faraidh (warisan)

31. Luqthah (barang tercecer)

32. Waqaf

33. Hibah

34. Washiat

35. Iqrar (pengakuan)

36. Qismul fa’i wal ghanimah (pembagian fa’i dan ghanimah)

37. Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian zakat)

38. Ibrak (pembebasan hutang)

39. Muqasah (Discount)

40. Kharaj, Jizyah, Dharibah,Ushur

41. Baitul Mal dan Jihbiz

42. Kebijakan fiskal Islam

43. Sektor riil : pertanian, industri, pertambangan,dsb

44. Prinsip dan perilaku konsumen

45. Prinsip dan perilaku produsen

46. Keadilan Distribusi

47. Perburuhan (hubungan buruh dan majikan, upah buruh)

48. Jual beli gharar, bai’ najasy, bai’ al-‘inah, Bai wafa, mu’athah, fudhuli, dll.

49. Ihtikar dan monopoli

50. Pasar modal Islami dan Reksadana

51. Asuransi Islam, Bank Islam, Pegadaian, MLM, dan lain-lain

D. Hukum Asal dalam Muamalah adalah Mubah (diperbolehkan).

Ulama fiqh sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya. Dengan demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang sepanjang belum/ tidak ditemukan nash yang secara sharih melarangnya. Berbeda dengan ibadah, hukum asalnya adalah dilarang. Kita tidak bisa melakukan sebuah ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang memerintahkannya, ibadah kepada Allah tidak bisa dilakukan jika tidak terdapat syariat dari-Nya.

Allah berfirman: “Katakanlah, Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. Katakanlah, Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” (QS.Yunus:59). Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah memberikan kebebasan dan kelenturan dalam kegiatan muamalah, selain itu syariah juga mampu mengakomodir transaksi modern yang berkembang.

E. Konsen Fiqh Muamalah untuk Mewujudkan Kemaslahatan

Fiqh muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan, mereduksi permusuhan dan perselisihan di antara manusia. Allah tidak menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup hamba-Nya, tidak bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia. Ibnu Taimiyah berkata: “Syariah diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan menyempurnakannya, mengeliminasi dan mereduksi kerusakan, memberikan alternatif pilihan terbaik di antara beberapa pilihan, memberikan nilai maslahat yang maksimal di antara beberapa maslahat, dan menghilangkan nilai kerusakan yang lebih besar dengan menanggung kerusakan yang lebih kecil” .

http://hadypradipta.blog.ekonomisyariah.net/2009/01/06/fiqih-muamalah/

http://www.tazkiaonline.com/?view=articles&id=18&detail=yes

http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/07/ruang-lingkup-fiqih.html

http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/07/ruang-lingkup-fiqih.html

http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/fiqih-islam.html

artikel karangan Agustianto “an introduction to fiqh muamalah”.

Perbankan Syariah

Analisis Pengembangan Perbankan Syariah Di Indonesia

A. Latar Belakang Perbankan Syariah

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak Islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Sejarah perkembangan industri keuangan syariah yang meliputi perbankan, asuransi dan pasar modal pada dasarnya merupakan suatu proses sejarah yang sangat panjang. Lahirnya Agama Islam sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu meletakkan dasar penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan, karena di dalam Islam dikenal kaedah muamalah yang merupakan kaedah hukum atas hubungan antara manusia yang di dalamnya termasuk hubungan perdagangan dalam arti yang luas. Namun demikian, perkembangan penerapan prinsip syariah mengalami masa surut selama kurun waktu yang relatif lama pada masa imperium negara-negara Eropa. Pada masa tersebut negara-negara di Timur Tengah serta negara-negara Islam lain hampir semuanya menjadi wilayah jajahan negara-negara Eropa.

Dalam perkembangan selanjutnya, dengan banyaknya negara Islam yang terbebas dari penjajahan dan semakin terdidiknya generasi muda Islam, maka ajaran Islam mulai meraih masa kebangkitan kembali. Sekitar tahun 1960-an banyak cendekiawan muslim dari negara-negara Islam sudah mulai melakukan pengkajian ulang atas penerapan sistem hukum Eropa kedalam industri keuangan dan sekaligus memperkenalkan penerapan prinsip syariah Islam dalam industry keuangannya.

Prinsip syariah Islam pada awalnya diterapkan pada industri perbankan. Mesir adalah negara yang pertamakali mendirikan bank Islam sekitar tahun 1971 dengan nama “Nasser Social Bank” yang operasionalnya berdasarkan sistem bagi hasil (tanpa riba). Berdirinya Nasser Social Bank tersebut, kemudian diikuti dengan berdirinya beberapa bank Islam lainnya seperti Islamic Development Bank (IDB) dan the Dubai Islamic pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Egypt, Faisal Islamic Bank of Sudan dan Kuwait Finance House tahun 1977 dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

Adapun Sistem Perbankan Syariah Indonesia dimulai tahun 1992 dengan digulirkannya UU No. 7/1992 yang memungkinkan bank menjalankan operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil. Pada tahun yang sama lahir bank syariah pertama di Indonesia, Bank Syariah Muamalat Indonesia (BMI). Hingga tahun 1998 praktis bank syariah tidak berkembang. Baru setelah diluncurkan Dual Banking System melalui UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat naik. Dalam 5 tahun saja sejak diberlakukan Dual Banking System, pelaku bank syariah bertambah menjadi 10 bank dengan perincian 2 bank merupakan entitas mandiri (BMI dan Bank Syariah Mandiri) dan lainnya merupakan unit/divisi syariah bank konvensional. Pendatang-pendatang baru perbankan syariah dipastikan terus bertambah mengingat pada akhir 2003, beberapa bank konvensional sudah mengantungi ijin Bank Indonesia untuk membuka unit/divisi syariah tahun ini.

B. Perbankan Syariah Di Indonesia

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu :

1. UU No.7/1992 yang diubah oleh UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan memberikan peluang untuk membuka bank yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil. Indonesia memasuki era Dual Banking System, di mana bank dengan prinsip bagi hasil dan bank konvensional secara bersama-sama mendukung pembangunan perekonomian Nasional.

2. UU No. 10/1998, yang merupakan amandemen dari UU No. 7/1992, tentang perbankan, memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah. Bank konvensional dimungkinkan untuk membuka Unit Usaha Syariah.

3. UU No.23 Tahun 1999 yang diubah oleh UU No.3/2004 tentang Bank Indonesia:

Ø Cara-cara pengendalian moneter dapat dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah

Ø Bank Indonesia dapat memberikan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada

4. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah :

Ø Perizinan dan Pengaturan

Ø Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan

Ø Penyelesaian Persengketaan

Ø Pembentukan Komite Perbankan Syariah

Dalam kurun waktu 17 tahun perkembangannya, total aset industri perbankan Syariah telah meningkat sebesar 27 kali lipat dari Rp 1,79 triliun pada tahun 2000, menjadi Rp 49,6 triliun pada akhir tahun 2008. Laju pertumbuhan aset 46,3% per tahun (yoy, rata-rata pertumbuhan dlm 5 tahun terakhir). Sedangkan posisi Indonesia dalam Pasar Keuangan Global memiliki pertumbuhan industri dalam 5 tahun terakhir lebih tinggi dari pertumbuhan industri keuangan syariah global (15%-20% p.a).

C. Analisis Pasar Perbankan Syariah

Seiring dengan makin bertambahnya jumlah bank syariah yang beroperasi di Indonesia, jumlah dana yang berhasil dihimpun perbankan syariah juga terus bertambah. Jika pada 1997 dana masyarakat bank syariah baru mencapai Rp 463 M maka pada Desember 2003 telah meningkat menjadi Rp 5,7 T. Pesatnya pertumbuhan dana masyarakat ini dipicu oleh beberapa faktor. Di samping karena kinerja bank syariah yang mengesankan, sistem bagi hasil yang ditawarkan perbankan syariah lebih stabil terhadap gejolak ekonomi makro. Di tengah terus menurunnya suku bunga bank konvensional, margin bagi hasil memberikan keuntungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan bunga yang ditawarkan bank konvensional. Hal ini terjadi karena sistem bagi hasil diberikan berdasarkan nisbah (perbandingan bagi hasil) keuntungan yang disepakati saat nasabah membuka rekening. Dalam periode 1997-2003, produk dana berupa deposito mudharabah merupakan pilihan terbesar dari seluruh dana masyarakat yang disimpan pada perbankan syariah.

Tingginya tingkat bagi hasil yang ditawarkan perbankan syariah tidak terlepas dari besarnya tingkat pembiayaan syariah. Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah yang berada pada kisaran 100% jauh melampaui Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan konvensional yang sekitar 40%.

Berbeda dengan bank konvensional yang fungsi intermediasinya dilakukan dengan mengucurkan kredit secara tunai, pada perbankan syariah konsep pembiayaan tidak dilakukan secara tunai tetapi dengan cara membiayai/mendanai langsung sejumlah kebutuhan yang diajukan debitur, baik pembelian barang maupun pendirian suatu usaha. Dengan demikian transaksi tunai tidak terjadi secara langsung antara bank dan debitur melainkan antara bank dengan pihak lain yang berbisnis dengan debitur seperti dealer mobil, pengembang atau yang lain.

Pada tahun 2003 perbankan syariah mendanai pembiayaan sebesar Rp 5,53 T dengan tingkat FDR 96,6% dan terus mengalami pertumbuhan sehingga tahun 2009 total asset mencapai 66,09 T dengan tingkat FSR 89,70%. Dari segi asset, pada 2003 perbankan syariah mengalami peningkatan pesat dengan tingkat penetrasi aset terhadap perbankan konvensional sebesar 0,7% (Rp 7,859 ). Pertumbuhan aset bank-bank syariah melonjak dengan adanya Dual Banking System pada 1998. Ini terlihat dari compound annual growth rate (CAGR) setelah tahun 1998 yang mencapai 70%. Bank Indonesia menargetkan penetrasi aset perbankan syariah terhadap asset perbankan konvensional akan mencapai 5% pada tahun 2010.

Di saat krisis global, perbankan nasional tumbuh 10-15%, perbankan syari’ah tumbuh lebih dari 25%. Pada 2008, tumbuh 35% dan 2009 tumbuh 25% dan hingga akhir 2009, industri perbankan syariah Indonesia memiliki enam BUS dan 25 UUS. Bank umum syariah yang siap keluar izinnya dan beroperasi pada Februari 2010 adalah BNI Syariah, BCA syariah, dan bank Jabar Banten Syariah. Sedangkan kinerja perbankan syariah Indonesia pada tahun 2009 mempunyai :

Aset 68,1 trilun,

pembiayaan 46,89 triliun, dan

Dana Pihak Ketiga 52,27 triliun rupiah.

Table Kinerja Keuangan Perbankan Syariah 2010

Jaringan Bank Syariah

2006

2007

2008

2010

Bank Umum Syariah (BUS)

3

3

3

6

Unit Usaha Syariah (UUS)

20

26

27

25

Jumlah Kantor (BUS & UUS)

531

594

822

1139

Jumlah Office Channeling

456

1,195

1,470

1,803

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

105

117

131

138

Indikator

2006

2007

2008

2009

Table Kinerja Keuangan Perbankan Syariah di Indonesia hingga 2009

Indikator

2006

2007

2008

2009

Total Asset (Rp Tr)

26.7

36.5

49.5

66.09

DPK (Rp Tr)

20.6

28.0

36.8

52.27

PYD (Rp Tr)

20.4

27.9

38.1

46.89

FDR(%)

98.9

99.8

103.6

89.70

NPF (gross)(%)

4.8

4.1

3.9

3.31

ROA(%)

1.6

2.1

1.4

1.48

ROE(%)

36.9

54.0

37.9

25.22

Jumlah Rekening Pembiayaan

372,109

512,230

297,398

577,134

Jumlah Rekening Dana Pihak Ketiga

1,992,452

2,845,829

3,766,067

4,537,565

D.Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Indonesia sebagai Negara Muslim terbesar di dunia tentunya mempunyai banyak potensi dan prospek yang sangat baik untuk pengembangan perbankan syariah. Potensi dan prospek tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

q Pasar Domestik

Ø Dengan jumlah penduduk yang cukup besar (> 220 juta jiwa) & sumber daya alam (SDA) yang sangat potensial, Indonesia memiliki prospek besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.

Ø Socio-cultural masyarakat Indonesia dipandang sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem ekonomi dan keuangan syariah à gotong royong dalam berbagi hasil.

Ø Perkembangan & pertumbuhan pasar keuangan (khususnya perbankan) syariah nasional yang semakin meningkat.

Ø Perbankan syariah sebagai industri keuangan yang berbasis sektor riil sangat sesuai dengan kondisi perekonomian di Indonesia

q Pasar Global

Ø Sekitar 1,3 miliar penduduk muslim dunia merepresentasikan 20% populasi dunia dan memiliki total kontribusi mendekati 10% GNP Dunia.

Ø Potensi SDA negara-negara muslim mendominasi potensi SDA dunia.

Ø Perkembangan perbankan syariah internasional yang pesat, termasuk negara2 non-muslim, seperti Inggris & beberapa negara Eropa

Ø Volume dana yang dikelola oleh industri perbankan syariah secara global (396 bank yang tersebar di 53 negara) mencapai ± US $700 miliar dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 15 %. (M. Syafii Antonio dalam ABCONEX 2009)

Dari semua prospek dan potensi seperti yang disebutkan diatas tentunya arah pengembangan perbankan syairah di Indonesia akan sangat mudah, akan tetapi perlu kita ketahui bersama bahwa pengembangan perbankan Syariah jika tidak dikerjakan dengan benar maka bukan tidak mungkin potensi dan prospek diatas hanya akan menjadi wacana saja tanpa ada hasil yang nyata.

Tantangan yang dihadapi untuk mengembankan perbankan syariah di Indonesia adalah :

1. Pemanfaatan potensi yang tinggi guna mencapai target pertumbuhan menuju volume aset yang signifikan yang didukung oleh sumber daya manusia yang andal, sistem operasi yang efisien dan pengawasan yang efektif.

2. Peluang untuk menggunakan channel perbankan syariah untuk menjangkau sektor ekonomi mikro dan memanfaatkan peluang pembiayaan pembangunan secara internasional.

3. Upaya merealisasikan political will dari pimpinan negara untuk mewujudkan sistem perbankan syariah yang unggul secara internasional.

Pengembangan perbankan syariah di Indonesia harus dilakuan dengan mempertimbankan banuyak hal, karena hal ini juga akan mencakup citra dari perbankan syariah di mata masyarakat serta dunia. Program yang dilakukan Bank Indonesia untuk mengembankan perbankan syariah adalah :

1. Menyediakan alternatif jasa keuangan dan perbankan bagi masyarakat yang menginginkan jasa keuangan dan perbankan berdasarkan prinsip syariah. Diharapkan dari penerapan jasa keuangan dan perbankan ini dapat meningkatkan mobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan nasional (Financial Deepening)

2. Anti spekulatif, yakni melalui penolakan terhadap aktivitas spekulatif di pasar valas dan di pasar modal, (yang merupakan built-in characteristic dari produk-produk bank syariah) dan mendukung stabilitas harga serta meningkatkan daya tahan sistem keuangan terhadap economic shocks

3. Menciptakan harmonisasi antara sektor keuangan dengan sektor produktif riil (re-attachment) melalui penyediaan likuiditas yang sesuai dengan aktivitas riil perekonomian. Mengurangi excess liquidity trap dan

4. mendorong fungsi sosial, memperluas jangkauan pertumbuhan ekonomi kepada UMK dan masyarakat miskin, melalui peran perbankan syariah dalam voluntary sector. Yaitu dengan Memperkuat sektor produktif perekonomian dan mendukung pencapaian inflasi yg rendah dan pemberdayaan UMKM dan social safety net untuk menciptakan quality of growth.

Aspek pencitraan yang dilakukan untuk memberikan peluang yang lebih besar untuk perbankan syariah dilakuakn dengan merubah kesan yang ada di masyarakat menjadi lebih baik sehingga diharapkan ikut meningkatkan pertumbuhan perbangkan syariah di Indonesia. Perubahan citra yang dilakukan adalah :

ASPEK

CITRA SEKARANG (1)

CITRA DI MASA DEPAN (2)

POSITIONING

v Bank untuk kalangan muslim / orang yang mau naik haji

v Untuk semua kalangan yang menginginkan keuntungan kedua belah pihak: bank & nasabah

ATRIBUT

v Lebih menekankan ke simbol keIslaman

v Lebih menekankan ke substansi/ values seperti ‘rahmatan lil alamin’

PRODUK

v Tabungan bagi hasil

v Pinjaman tanpa bunga tapi serupa dengan perbankan konvensional

v Produk dengan skema keuangan perbankan yang variatif

CARA PENAWARAN

v Banyak menggunakan istilah Arab yang sebetulnya tidak banyak dimengerti oleh pelanggan atau calon pelanggan

v Selain tetap menggunakan istilah bahasa Arab sebagai ciri khas juga menggunakan istilah lain selain istilah Arab yang lebih mudah dimengerti

SERVIS

v Jaringan terbatas

v Fasilitas layanan sering tidak bisa digunakan

v Jaringannya luas

v Fasilitas layanan bisa diandalkan

BRANDING

v Bank yang adil dan menentramkan

v Lebih dari sekedar bank

Sumber: (1) Hasil riset focus group dicsussions (FGD); Analisa MarkPlus&Co

(2) Hasil riset FGD In-depth Interview, dan Desk Research; Analisa MarkPlus&Co

E. Kesimpulan

Sistem Perbankan Syariah Indonesia dimulai tahun 1992 dengan digulirkannya UU No. 7/1992 yang memungkinkan bank menjalankan operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil. Pada tahun yang sama lahir bank syariah pertama di Indonesia, Bank Syariah Muamalat Indonesia (BMI). Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk di Indonesia beragama Islam dan menginginkan bank yang sesuai dengan syariat Islam dan tidak ada unsure haram di dalamnya (bunga). Selain itu sistem syariah adalah sistem yang bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi global, sehingga memacu pertumbuhan bank – bank syariah di Indonesia.

Perkembangan bank syariah di Indonesia yang cukup pesat membuat unit – unit konvensional untuk membuka unit syariah karena prospek dan perkembangan syariah lebih baik daripada bank konvensional dengan produk – produk terbaik yang mendukung kinerjanya.

Peluang dan potensi perbankan syariah yang besar memang menuntut kerja keras untuk kemaslahatan. Tantangan saat ini adalah mencari SDM yang multidimensi untuk pengembangan perbankan syariah, Syariah bertujuan meningkatkan kesejahteraan (membalik piramida), Kesejahteraan dunia Islam dan Indonesia relatif rendah, Peningkatan kesejahteraan masyarakat di sektor UMKM akan berdampak pula pada peningkatan tingkat pendidikan, serta Perbaikan pendidikan akan menjadi dasar/modal pembangunan Indonesia berbasis ilmu pengetahuan (knoledge-based economy).


Daftar Pustaka

v Bank Indonesia dan Islamic Banking , 2009, Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah Dan Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, Jakarta : Bank Indonesia dan Islamic Banking

v Direktorat Islamic Banking. 2010. Outlook Perbankan Syariah 2010, Jakarta : Islamic Banking

v Direktorat Islamic Banking, 2009, Perbankan Syariah, Jakarta : Islamic Banking